Transformasi layanan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan berkualitas. Wujud transformasi layanan kesehatan salah satunya adalah pengadaan Ultrasonografis medis (USG) untuk cek kehamilan dan kandungan di tingkat Puskesmas yang ada di seluruh Indonesia.
Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan, Indonesia secara agresif menargetkan penurunan angka Kematian Ibu menjadi 70 kematian per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2030. Sementara berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Indonesia ditargetkan menekan Angka Kematian Ibu menjadi 183 kematian per 100 ribu kelahiran hidup di tahun 2024.
Saat ini proporsi Kematian Ibu kurang Lebih 305 kematian per 100 ribu kelahiran hidup. Dimana kematian terbesar terjadi di rumah sakit sekitar 77%. Ibu tidak dapat diselamatkan salah satunya karena ibu yang dirujuk ke rumah sakit sudah dalam kondisi komplikasi yang berat. Ini terjadi karena identifikasi dan pemeriksaan pada saat hamil belum maksimal dan harus diperkuat.
”Kita keluarkan berbagai macam strategi yang pertama adalah bahwa pemeriksaan kehamilan yang tadinya minimal 4 kali menjadi 6 kali selama kehamilan, dua kali pemeriksaan diantaranya harus diperiksa oleh dokter,” kata dr. Dante pada konferensi pers peringatan Hari Ibu, Kamis (25/11/21) di Jakarta.
Dengan pemeriksaan dokter ini, akan terjadi kolaborasi dengan bidan dan dokter spesialis kebidanan. Nantinya akan terlihat dan terdeteksi pada saat hamil apabila ada kelainan dan risiko komplikasi persalinan yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan oleh dokter termasuk menggunakan USG. Untuk mendukung hal ini, salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengadaan USG Portable di Puskesmas. Pada tahun ini kemenkes membeli 447 USG yang diberikan kepada Puskesmas dari 800 Puskesmas yang sudah dilatih namun belum memiliki USG. Sementara untuk kebutuhan 4.180 USG di tahun 2022, pengadaan USG Portable diadakan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dengan pembelian melalui e-catalogue oleh Dinas Kesehatan Kab/Kota.
”Jadi Puskesmas bukan lagi memberikan pelayanan yang generik tapi lebih advance. Kita ingin mengembangkan strategi di dalam sistem kesehatan kita, salah satunya layanan primer dengan berbasis teknologi. Alat USG yang disediakan di Puskesmas akan menjamin proses persalinan yang lebih baik, proses pertumbuhan janin yang lebih baik,” tutur dr. Dante.
Pengadaan Ultrasonografis medis (USG) untuk cek kehamilan dan kandungan di tingkat Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Berau, diadakan melalui dana APBN dan Usulan DAK Fisik Puskesmas yang mana pertama kali Puskesmas yang mendapatkan Bantuan USG Portable sebanyak 4 wilyah kerja Puskesmas (PKM Biatan, PKM Maratua, PKM Gunung Tabur, PKM Teluk Bayur) dan 1 Puskesmas Lokus KB (PKM Batu Putih) yang langsung mendapatkan pelatihan khusus untuk menggunakan USG Portable ini pada saat diadakan pelatihan oleh Kemenkes RI, dan pada akhir tahun 2022 sebanyak 15 Puskesmas Kota, Pesisir, & Pedalaman mendapatkan USG Portable dan Antropometri Kegiatan Gizi dari Kemenkes RI Untuk membantu mengurangi kasus kematian ibu dan bayinya, serta membantu dalam mengurangi angka stunting di Kabupaten Berau.
“Dari 15 Puskesmas yang telah terima di awal tahun 2023 ini baru sebanyak 8 Puskesmas diantaranya PKM Tanjung Redeb, PKM Bugis, PKM Sambaliung, PKM Suaran, PKM, Labanan, PKM Pulau Derawan, PKM Merapun, PKM Long Laai”, tutur Ardiansyah Pengelola Kustodian Barang Milik Negara Dinas Kesehatan Kabupaten Berau.
“Dari total 21 Puskesmas yang ada di Kabupaten Berau, sebanyak 20 Puskesmas telah mendapatkan pengadaan USG Portable, sehingga masih ada 1 Puskesmas yang belum mendapatkan pengadaan USG Portable ini yaitu wilayah kerja Puskesmas Long Boy, dan akan mendapatkan pengadaan pengadaan USG Portable melalui alokasi anggaran DAK Fisik di tahun 2023.” tutur Rusmini, A.Md.Kep Kepala Seksi Program Kesehatan Keluarga, Gizi, & Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Berau.
Alat USG tersebut berupa USG portable sehingga bisa menjangkau wilayah remote area, daerah perifer di ujung-ujung perbatasan Indonesia. Dengan penggunaan alat USG ini diharapkan para ibu hamil sudah bisa dilakukan deteksi awal apabila ada risiko pada proses persalinannya nanti dan apabila ada gangguan pertumbuhan pada janin pada saat kehamilan.
Dengan USG, rujukan ke rumah sakit bisa dilakukan lebih awal. Sebagai contoh adalah placenta letak rendah atau solusio placenta, ini akan membawa implikasi persalinan dengan perdarahan yang lebih besar dan ini hanya bisa dideteksi dengan alat USG pada saat kehamilan.
Begitu juga dengan ukuran bayi yang besar yang melebihi ukuran, apakah persalinan akan melalui pervaginam atau seksio sesarea bisa dideteksi dengan USG, dan ibu hamil bisa merencanakan sebelum waktu persalinan tiba.
Tidak hanya itu, Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat drg. Kartini Rustandi mengatakan pemeriksaan USG juga bisa mencegah stunting pada anak. Stunting saat ini masih di angka sekitar 28% dari seluruh anak-anak di Indonesia dan ditargetkan turun menjadi 14% pada tahun 2024. Proses terjadinya stunting tidak saja dimulai pada saat anak sudah lahir tetapi bisa diidentifikasi pada saat kehamilan.
”Pertumbuhan janin yang terlambat itu bisa dideteksi dengan menggunakan alat USG sehingga kita bisa melakukan identifikasi. Kemudian pertumbuhan janin di dalam kandungan yang terlambat bisa dilakukan intervensi gizi kepada ibunya, sehingga nantinya perkembangan anak di dalam proses kehamilan menjadi lebih baik,” ucap drg. Kartini.
Ia berharap semua upaya yang dilakukan bisa memberikan kontribusi maksimal untuk Indonesia yang lebih sehat dengan kualitas persalinan lebih baik, angka kematian ibu lebih rendah, dan pertumbuhan janin yang sehat untuk menekan stunting yang lebih rendah.
Komitmen Kemenkes melakukan transformasi kesehatan tertuang dalam enam pilar yakni layanan primer berupa penanganan terhadap imunisasi, penapisan kesehatan, kekerdilan, serta Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB). Selanjutnya pilar layanan rujukan yakni penanganan sembilan penyakit prioritas dengan mortalitas tertinggi, kemudian pilar ketahanan kesehatan yakni riset dan industrialisasi obat dan alat kesehatan dalam negeri. Selanjutnya, pilar pembiayaan kesehatan yaitu fokus pada pembiayaan berbasis kebutuhan dasar kesehatan, pilar sumber daya manusia (SDM) kesehatan yakni produksi dan distribusi kekurangan 172 ribu dokter, serta pilar teknologi kesehatan berupa penerapan teknologi digital dan bioteknologi.